Selasa, 08 Agustus 2017

Sosial Budaya Masyarakat Desa Legung Timur

Perspektif budaya masyarakat di Desa Legung Timur sangat kental dengan budaya Islam. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua desa di Kabupaten Sumenep sangat kuat terpengaruhi pusat kebudayaan Islam yang tercermin dari keberadaan pondok-pondok pesantren yang ada di Sumenep.
Dari latar belakang sosial budaya, kita bisa melihat aspek budaya dan sosial yang  berpengaruh dalam kehidupan masyarakat, diidalam hubunganya dengan agama yang dianut misalnya Islam sebagai agama mayoritas yang dianut masyarakat, dalam menjalanknya sangat kental
dengan tradisi budaya Islam, yang artinya mangacu pada budaya yang berbau ketimuran (Islamisasi).
Tradisi budaya ketimuran sendiri berkembang dan banyak dipengaruhi ritual-ritual agama atau kepercayaan masyarakat sebelum agama islam masuk, hal ini menjelaskan mengapa peringatan-peringatan keagamaan yang ada dimasyarakat, terutama agama islam dalam realita yang ada muncul kesan nuansa tradisinya, contoh yang bisa kita lihat adalah peringatan tahun baru hijriyah dengan melakukan do’a bersama dimasjid dan mushola-mushola.
Contoh lain adalah ketika menjelang romadhon mesyarakat berbondong-bondong mendatangi kuburan/makam orang tuanya, kerabat, dan para leluhurnya untuk dibersihkan dan setelah itu melakukan tahlilan bersama di masjid dan mushola kemudian makan bersama saat itu juga. Contoh lain ketika peringatan Maulid Nabi Muhammmad SAW, yang diperingati di masjid-masjid dan mushola dan ada juga yang diperingati di rumah warga yang kehidupanya sudah diatas cukup, biasanya pada peringatan ini masyarakat menyediakan berbagai macam hidangan yang berupa buah-buahan dan makanan dan membuat nasi tumpeng dll.
Secara individual didalam keluarga masyarakat Desa Legung Timur, tradisi ketimuran yang dipadu dengan agama islam masih tetap dipegang. Tradisi ini dilakukan selain sebagai kepercayaan yang masih diyakini sekaligus digunakan sebagai media untuk bersosialisasi dan berinteraksi di masyarakat. Misalnya, tradisi mengirim do’a untuk orang tua atau leluhur yang dilakukan dengan mengundang para tetangga dan kenalan yang istilah populernya diberi nama “kouleman/kondangan”. Kokolonan  ini biasanya dilakukan mulai dari satu sampai tujuh harinya keluarga yang ditinggal mati. Yang disebut dengan Tahlilan. Selanjutnya hari ke empat puluh (pa’ pholo), hari ke seratus (nyatos) dan seribu harinya (nyebuh) perhitungan tanggal kegiatan menggunakan penanggalan jawa.
Bersyukur kepa Allah SWT, karena dikaruniai anka pertama mesyarakat  Desa Legung Timur juga masih berjalan disebut “Pelet Beiteng” ketika kandungan ibu menginjak usia 7 bulan dimana suami istri keluar secara bersamaan kehalaman rumah untuk dimandikan kembang dengan memakai cewok dan Batok  kelapa dan peganganya memaki pohon beringin, ketika selesai Cewok tersebut dilempar keatas genting oleh mbah dukunya , jika posisi cewok tersebut terlentang maka ada kemungkinan anaknya perempuan, tetapi jika sebaliknya maka diyakini anaknya akan lahir laki-laki.
Dari beberapa budaya diatas masih terdapat budaya yang memang sudah sejak dulu dari nenek moyang, namun sebagai mana diterangkan diatas bahwa keberadaanya sudah terdapat adanya islamisasi budaya, misalnya budaya petik laut yang pada pelaksanaanya daiadakanya selametan dan doa bersama saat mejalankan budaya tersebut.
Hal yang mangakibatkan munculnya kerenggangan sosial dimasyarakat dan gesekan antara masyarakat adalah muncul dan berkembangnya pemahaman dan keyakin terhadap agama apapun ataupun kepercayaan tidak berakar dari pemahaman terhadap tradisi dan budaya masyarakat yang sudah ada. Artinya harus adanya perpaduan antara agama dan budaya yang selaras tanpa bertolak belakang.

Sumber data : RPJM Desa Legung Timur Tahun 2015

Tidak ada komentar:

Masyarakat Desa Legung Timur