Perspektif budaya masyarakat di Desa Legung Timur sangat kental
dengan budaya Islam. Hal ini dapat dimengerti karena hampir semua desa di
Kabupaten Sumenep sangat kuat terpengaruhi pusat kebudayaan Islam yang tercermin
dari keberadaan pondok-pondok pesantren yang ada di Sumenep.
Dari latar belakang sosial budaya, kita bisa melihat aspek
budaya dan sosial yang berpengaruh dalam
kehidupan masyarakat, diidalam hubunganya dengan agama yang dianut misalnya
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut masyarakat, dalam menjalanknya sangat
kental
dengan tradisi budaya Islam, yang artinya mangacu pada budaya yang berbau ketimuran (Islamisasi).
dengan tradisi budaya Islam, yang artinya mangacu pada budaya yang berbau ketimuran (Islamisasi).
Tradisi budaya ketimuran sendiri berkembang dan banyak
dipengaruhi ritual-ritual agama atau kepercayaan masyarakat sebelum agama islam
masuk, hal ini menjelaskan mengapa peringatan-peringatan keagamaan yang ada
dimasyarakat, terutama agama islam dalam realita yang ada muncul kesan nuansa
tradisinya, contoh yang bisa kita lihat adalah peringatan tahun baru hijriyah
dengan melakukan do’a bersama dimasjid dan mushola-mushola.
Contoh lain adalah ketika menjelang romadhon mesyarakat
berbondong-bondong mendatangi kuburan/makam orang tuanya, kerabat, dan para
leluhurnya untuk dibersihkan dan setelah itu melakukan tahlilan bersama di masjid
dan mushola kemudian makan bersama saat itu juga. Contoh lain ketika peringatan
Maulid Nabi Muhammmad SAW, yang diperingati di masjid-masjid dan mushola dan ada
juga yang diperingati di rumah warga yang kehidupanya sudah diatas cukup, biasanya
pada peringatan ini masyarakat menyediakan berbagai macam hidangan yang berupa
buah-buahan dan makanan dan membuat nasi tumpeng dll.
Secara individual didalam keluarga masyarakat Desa Legung
Timur, tradisi ketimuran yang dipadu dengan agama islam masih tetap dipegang.
Tradisi ini dilakukan selain sebagai kepercayaan yang masih diyakini sekaligus
digunakan sebagai media untuk bersosialisasi dan berinteraksi di masyarakat. Misalnya,
tradisi mengirim do’a untuk orang tua atau leluhur yang dilakukan dengan
mengundang para tetangga dan kenalan yang istilah populernya diberi nama “kouleman/kondangan”. Kokolonan ini biasanya dilakukan mulai dari satu sampai
tujuh harinya keluarga yang ditinggal mati. Yang disebut dengan Tahlilan. Selanjutnya hari ke empat puluh
(pa’ pholo), hari ke seratus (nyatos) dan seribu harinya (nyebuh) perhitungan
tanggal kegiatan menggunakan penanggalan jawa.
Bersyukur kepa Allah SWT, karena dikaruniai anka pertama
mesyarakat Desa Legung Timur juga masih
berjalan disebut “Pelet Beiteng”
ketika kandungan ibu menginjak usia 7 bulan dimana suami istri keluar secara bersamaan
kehalaman rumah untuk dimandikan kembang dengan memakai cewok dan Batok kelapa
dan peganganya memaki pohon beringin, ketika selesai Cewok tersebut dilempar keatas genting oleh mbah dukunya , jika
posisi cewok tersebut terlentang maka ada kemungkinan anaknya perempuan, tetapi
jika sebaliknya maka diyakini anaknya akan lahir laki-laki.
Dari beberapa budaya diatas masih terdapat budaya yang
memang sudah sejak dulu dari nenek moyang, namun sebagai mana diterangkan
diatas bahwa keberadaanya sudah terdapat adanya islamisasi budaya, misalnya
budaya petik laut yang pada pelaksanaanya daiadakanya selametan dan doa bersama
saat mejalankan budaya tersebut.
Hal yang mangakibatkan munculnya kerenggangan sosial
dimasyarakat dan gesekan antara masyarakat adalah muncul dan berkembangnya
pemahaman dan keyakin terhadap agama apapun ataupun kepercayaan tidak berakar
dari pemahaman terhadap tradisi dan budaya masyarakat yang sudah ada. Artinya
harus adanya perpaduan antara agama dan budaya yang selaras tanpa bertolak
belakang.
Sumber data : RPJM Desa Legung Timur Tahun 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar